Jumat, April 26, 2024
BerandaOpiniERO CRAS

ERO CRAS

Oleh Febry Silaban, S-2 UI jurusan Kebijakan Publik

Ketika baru-baru ini masuk ke dalam sebuah gereja tua dan besar di tengah kota Jakarta, saya melihat di satu pojokan tertulis tujuh rangkaian huruf “ERO CRAS” dan setiap hurufnya ditandai dengan penanggalan tertentu. Seorang teman heran dan bertanya padaku, apa arti ketujuh huruf tersebut? Apakah itu sebuah kebiasaan baru Katolik di bulan Desember ini?

Itu bukan sesuatu yang baru, tetapi merupakan bagian dari tradisi liturgis sejak masa awal Gereja (Katolik), khususnya bagi kaum imam dan biarawan. Tradisi itu ialah mendaraskan atau menyanyikan tujuh “Antifon O” dalam doa ibadat sore (Vesper) atau pada waktu doa malam dalam masa Adven keempat, menjelang Natal. Antifon dalam ibadat, misa, dan musik liturgis adalah suatu responsorium (tanggapan) oleh umat atau paduan suara (kor).

Selain dalam ibadat sore, ketujuh “Antifon O” ini juga diserukan dalam Bait Pengantar Injil dalam misa kudus mulai 17 Desember sampai 23 Desember. Antifon ini disebut sebagai “Antifon O” karena masing-masing judulnya dimulai dengan partikel vokatif “O”.

Berikut adalah judul dari ketujuh antifon tersebut dan penanggalan pelaksanaannya:
17 Desember: O Sapientia (O Kebijaksanaan)
18 Desember: O Adonai (O Tuhan)
19 Desember: O Radix Jesse (O Tunas Isai)
20 Desember: O Clavis David (O Kunci Daud)
21 Desember: O Oriens (O Surya Pagi)
22 Desember: O Rex Gentium (O Raja Para Bangsa)
23 Desember: O Emmanuel (O Tuhan Beserta Kita)

Ketujuh “Antifon O” yg merupakan gelar untuk Tuhan ini disusun pada abad ketujuh atau kedelapan ketika para biarawan mengumpulkan teks-teks dari Perjanjian Lama, terutama dari kitab nabi Yesaya – dan beberapa kitab Perjanjian Lama terkait lainnya – sebagai langkah persiapan menantikan kedatangan sang Mesias.

Tentu kita sudah familier dengan lagu di Masa Adven yang berjudul “Veni, Veni, Emmanuel” atau dalam buku lagu di Puji Syukur diterjemahkan menjadi “O Datanglah Imanuel” (PS 442 & 443). Sayangnya, lirik lagu di Puji Syukur itu hanya terdiri dari 5 bait dari semestinya 7 bait, itu pun setahu saya dalam urutan yang acak.

Hal yang sangat menarik dari “Antifon O” adalah jika kita mengambil huruf pertama dari ketujuh gelar itu dalam urutan terbalik – Emmanuel, Rex, Oriens, Clavis, Radix, Adonai, Sapientia – maka terbentuklah sebuah aksara dalam bahasa Latin: ERO CRAS. Artinya, “Aku Akan Ada/Hadir Besok”. Sedangkan, terjemahan “Aku Akan Datang” (Veniam Cras), seperti yg ditulis di pojokan gereja yg saya lihat itu (lihat foto) kurang tepat.

Memang makna Ero Cras ini sudah ada di dalam nama Tuhan sendiri: YHWH, Aku Ada yang Aku Ada. [Bdk. Buku Febry Silaban, “YHWH: Empat Huruf Suci”, Dioma: 2018, hlm. 82-111]

Sebab itu, Tuhan Yesus, yang kedatangannya kita persiapkan sepanjang Masa Adven dan yang kita sapa dengan ketujuh gelar Mesianis ini, sekarang berbicara kepada kita, “Besok Aku akan ada, besok Aku akan berada di sana.”

Ya, esok Sang Emmanuel akan berada di setiap palungan yang diberkati di gereja-gereja. Esok (tanggal 25) Ia akan berada di setiap rumah dan di setiap hati yang pantas menyambut kedatanganNya…

Selamat merenungkan ERO CRAS. Maranatha!

Bojonegoro, 22.12.2021
✍ Febry Silaban

ARTIKEL TERKAIT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.