Beritaibukota.com,NASIONAL – Asosiasi Media Siber Indonesia dan BBC Media Action mengadakan Green Webinar yang menyoroti masalah terkait energi, krisis iklim, dan kelistrikan di Indonesia, Senin (6/11). Salah satu poin yang dibahas adalah perlunya melibatkan masyarakat dalam upaya transisi energi menuju energi bersih dan terbarukan.
Anggota pengarah BRIN, Tri Mumpuni menjelaskan bahwa sektor energi adalah salah satu penyumbang emisi terbesar yang berdampak pada krisis iklim. Namun, di sisi lain, masih banyak wilayah di Indonesia yang belum menikmati listrik seperti yang dinikmati di daerah perkotaan.
Untuk mengatasi tantangan ini, Mumpuni menekankan pentingnya memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia dan melibatkan masyarakat dalam produksi listrik. Ia menyebut contoh bahwa masyarakat dapat menanam pohon di daerah hulu untuk mendukung pembangkit listrik tenaga air skala kecil, yang akan berkelanjutan dan mendukung kesadaran konservasi.
Mumpuni juga menggarisbawahi bahwa Indonesia kaya akan energi baru dan terbarukan, seperti mikro hidro, yang dapat melibatkan masyarakat. Pelibatan masyarakat dalam menyediakan listriknya sendiri merupakan bentuk demokratisasi energi yang juga akan berdampak pada demokratisasi ekonomi.
Agus P Sari, CEO Landscape Indonesia, menegaskan bahwa transisi energi harus dilakukan secara adil, memperhitungkan dampaknya pada pendapatan pekerja, rumah tangga, dan ekonomi wilayah. Meskipun transisi energi terbarukan akan menciptakan lapangan kerja hijau, perlu mempertimbangkan dampak dan solusinya.
Namun, muncul pertanyaan terkait kemungkinan adanya kepentingan oligarki yang memperlambat transisi energi. Agus P Sari mencatat bahwa banyak studi telah menunjukkan adanya anggota legislatif dan pejabat pemerintah yang memiliki kepentingan bisnis di sektor tambang batu bara dan pembangkit listrik, yang dapat memengaruhi pembuatan kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan bisnis mereka.
Sharlini Eriza Putri, CEO Nusantics dan peserta Eisenhower Fellow, menekankan bahwa transisi energi dan investasi energi terbarukan bukan hanya soal kebijakan, tetapi juga soal kalkulasi investasi. Sektor produktif harus mempertimbangkan apakah menggunakan listrik PLN yang lebih mahal, tetapi bersih karena menggunakan energi terbarukan, atau bersaing dengan barang impor yang lebih murah.
Terlepas dari aspek ekonomi, perlu dicatat bahwa tinggal di Jakarta disebut seperti tinggal dalam “toples toksik” karena tingginya emisi polusi dari kendaraan, pembangkit listrik batu bara, dan pabrik yang tidak memiliki filter.
Semua pembicara dalam Green Webinar ini sepakat bahwa perubahan iklim adalah masalah serius yang disebabkan oleh ulah manusia, khususnya dalam sektor energi dan industri. Diperlukan tindakan konkret untuk mengatasi krisis iklim dan menyediakan akses listrik yang lebih luas di seluruh Indonesia. (sumber AMSI)